Sifat Kaum Sufi

بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØ­ْمنِ الرَّØ­ِيمِ
https://www.muhammadhabibi.com/2019/01/sifat-kaum-sufi.html

SIFAT KAUM SUFI DAN SIAPA MEREKA? 

Menurut Syekh Abu Nashr as-Sarraj -rahimahullah  beliau berkata: Adapun sifat-sifat kaum Sufi dan siapa sebenarnya mereka adalah sebagaimana yang pernah dijawab oleh Abdul Wahid bin Zaid sebagaimana yang pernah saya terima dimana beliau merupakan salah seorang yang sangat dekat dengan Hasan al-Bashri RA dan ketika ditanya, “Siapakah kaum Sufi itu menurut pendapat anda?” beliau pun menjawab, “yang disebut kaum sufi adalah mereka yang senantiasa menggunakan akalnya tatkala ditimpa kesedihan dan selalu menetapinya dengan hati nurani, senantiasa berpegang teguh pada Tuhannya (Allah) dari kejelekan nafsunya. Maka merekalah yang di sebut kaum Sufi.” 

Dzun-Nun al-Mishri rahimahullah -ditanya tentang Sufi, kemudian ia menjawab, “Seorang Sufi ialah orang yang tidak dibikin lelah oleh tuntutan, dan tidak dibuat gelisah oleh sesuatu yang hilang darinya.” Dzun-Nun juga juga pemah berpendapat bahwa, “yang di sebut orang-orang Sufi adalah mereka yang selalu lebih mengedepankan Allah SWT daripada segala sesuatu. Maka dengan demikian pula Allah SWT akan mengutamakan mereka di atas segala-galanya.” 

Kemudian pernah juga ditanyakan pada sebagian orang Sufi yaitu, Siapakah yang akan pantas menjadi teman atau sahabatku? kemudian beliau pun menjawab maka berteman atau bersahabatlah engkau dengan mereka yaitu kaum Sufi, karena sesungguhnya di mata mereka kejelekan yang ada pasti memiliki berbagai alasan untuk dimaafkan. Sedangkan dengan segala sesuatu yang banyak dalam pandangan mereka kaum sufi tak ada artinya, sehingga tak membuat dirimu merasa bangga (‘ujub).

Al-Junaid bin Muhammad RA pernah ditanya tentang kaum sufi, Siapa mereka yang di sebut kaum sufi? Maka belia menjawab, yang di sebut kaum sufi adalah mereka merupakan kaum pilihan Allah SWT dari makhlukNya yang Dia sembunyikan tatkala Dia menyukai dan Dia tampakkan tatkala Dia menyukai pula.

Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad an-Nuri rahimahullah ditanya tentang kaum Sufi, maka ia menjawab, “Kaum Sufi ialah orang yang mendengar sama’ (ekstase ketika dzikir) dam lebih memilih menggunakan sarana (sebab)." 

Orang-orang Syam menyebut kaum Sufi dengan sebutan (orang-orang fakir). Dimana mereka memberikan alasan, bahwa Allah SWT telah menyebut mereka dengan fuqara’ dalam firman-Nya: 

”(Juga) bagi orang-orang fakir yang berhijrah, dimana mereka diusir dari kampung halaman dun dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang jujur (benar).” (Q.s. al-Hasyr: 8). 

Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Yahya al-Jalla rahimahullah ditanya tentang seorang Sufi. Maka ia menjawab, Kami tidak tahu akan adanya sebuah persyaratan ilmu, akan tetapi kami hanya tahu, bahwa ia adalah seorang fakir yang bersih dari berbagai sarana (sebab). Ia selalu bersama Allah Azza wa jalla dengan tanpa batas tempat. Dan sementara itu al-Haq, Allah SWT tidaklah menghalanginya untuk mengetahui segala tempat. Karena itulah yang disebut scorang Sufi.

Ada pendapat yang menyatakan, bahwa kata Sufi awalnya berasal dari kata Shafawi (orang yang bersih), namun karena dianggap berat dalam mengucapkan, maka diganti menjadi Shufi. 

Abu Hasan al-Qarmad rahimahullah ditanya tentang makna Sufi, maka ia menjawab, “Kata itu berasal dari kata Shafa’, yang artinya adalah selalu berbuat hanya untuk Allah Azza wa jalla dalam setiap waktu dengan penuh setia.” 

Pada sebagian yang lain mereka berkata, Sufi adalah seseorang yang apabila dihadapkan pada dua pilihan kondisi spiritual ataupun dua akhlak yang mulia serta agung, maka mereka kaum sufi senantiasa memilih yang paling baik dan yang paling utama.

Serta ada pula yang lain yang pernah ditanya tentang makna Sufi, maka beliau pun menjawab, Makna Sufi adalah apabila seorang hamba telah mampu merealisasikan penghambaan (‘ubudiyyah), dijernihkan oleh al Haq sehingga bersih dari berbagai kotoran manusiawi, serta juga menempati kedudukan hakikat dan membandingkan hukum-hukum syariat. Jika seseorang yang bisa melakukan hal itu, maka dialah yang di sebut seorang sufi karena dia sesungguhnya telah dibersihkan.

Syekh Abu Nashr as-Sarraj RA beliau berkata bika anda ditanya, Siapakah pada hakikatnya yang disebutkan kaum Sufi itu? Coba engkau terangkan pada kami! Maka Syekh Abu Nashr as-Sarraj RA memberi jawabannya sebagai berikut, hakikatnya kaum sifi itu yaitu mereka adalah ulama yang tahu Allah SWT serta hukum-hukumNya, mengamalkan apa yang telah Allah SWT ajarkan pada mereka, serta merealisasikan apa yang diperintah untuk mengamalkannya, kemudian menghayati apa yang telah mereka realisasikan dan mereka pun hanyut (sirna) dengan apa yang mereka hayati, sebab setiap orang yang sanggup menghayati sesuatu dia akan hanyut (sirna) dengan apa yang dia hayati. 

Abu Hasan al-Qannad RA beiau pernah berkata, Tasawuf itu adalah nama yang diberikan pada lahiriah pakaian, sedangkan mereka berbeda-beda dalam berbagai makna dan kondisi spiritual. 

Abu Bakar Dulaf bin Jahdar asy-Syibli RA di tanya tentang mengapa para kaum Sufi disebut dengan nama demikian. Ia menjawab, Karena masih ada sisa-sisa nafku yang tertinggal pada mereka. Andaikan tidak ada sisa-sisa tersebut, tentu berbagai nama tidak akan bisa melekat dan bergantung pada mereka.

Disebutkan juga bahwa kaum Sufi adalah sisa-sisa orang-orang terbaik Ahlush-Suffah (para penghuni masjid yang hidup pada zaman Nabi SAW. Dan Ali bin Abdurrahim al-Qannad RA juga memberikan jawabannya tentang tasawuf dan lenyapnya orang-orang Sufi dalam untaian syairnya: 

Ahli tasawuf telah berlalu, tasawuf menjadi kebohongan belaka, Tasawuf akhirnya jadi teriakan, kemunafikan cinta dan bencana. Berbagai ilmu pun telah berlalu, maka tidak ada lagi ilmu dan hati yang bersinar, Nafsumu telah mendustaimu di jalan nan penuh nestapa. 
Hingga kau tampak pada manusia dengan ketajaman mata, Mengalir rahasia yang ada di dalam dirimu terbuka. 

Sedangkan di dalam kalangan para guru Syekh yaitu Sufi ada tiga jawaban tentang tasawuf: 

Pertama, jawaban dengan syarat ilmu, yaitu membersihkan hati dari kotoran-kotoran, berakhlak mulia dengan makhluk Allah SWT dan mengikuti Rasulullah SAW dalam syariat. 

Yang kedua adalah jawabannya dengan lisanul haqiqah (bahasa hakikat), yaitu tidak merasa memiliki (pamrih), keluar dari perbudakan sifat dan semata mencukupkan diri dengan Sang Pencipta langit yaitu Alah SWT. 

Ketiga jawaban dengan lisanul-Haq (bahasa al-Haq), yakni mereka yang Allah bersihkan dengm pembersihan sifat-sifatnya, dan Dia jernihkan dari sifat mereka. Merekalah yang pantas disebut kaum Sufi. 

Dari Abu Bakar ash-Shiddiq RA diriwayatkan bahwa ia pemah berkata:

Bumi manakah yang akan sanggup memberi tempat padaku serta langit manakah yang sanggup menaungiku, jika aku mengatakan tentang apa yang ada dalam Kitab Allah menurut pendapatku semata. 

Sumber : Kitab Al-Luma'
Karya : Syekh Abu Nashr as-Sarraj
Ditulis ulang oleh : Muhammad Habibi

Post a Comment

1 Comments

  1. Subhanallah alangkah indahnya hamba yang di pilih oleh Allah SWT

    ReplyDelete

"Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan".