Tarekat Syadziliyah

بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØ­ْمنِ الرَّØ­ِيمِ
https://www.muhammadhabibi.com/2018/12/tarekat-syadziliyah.html

Tarekat Syadziliyah adalah salah satu Tarekat yang tersebar diseluruh dunia, tarekat di pimpin oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili RA. Salah seorang ulama yang terkenal pada masanya dan beliau memiliki nama lengkpa yaitu Abul Hasan Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya' bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad seorang anak pemimpin para pemuda ahli surga dan beliau merupakan cucu sebaik-baik manusia adalah Abu Muhammad Hasan bin Ali Bin Abi Thalib  dan Fatimah al-Zahra binti Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

Pada masa kevil beliau Abul Hasan Asy-Syadzili di panggil dengan sebutan Ali, dan dia pun di beri gelar Taqiyuddin, Syekh Abu Hasan Syadzili memiliki julukan yaitu Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. 

Intisari ajaran Tarekat Syadziliyah 

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili secara pribadi tidaklah pernah meninggalkan sebuah karya tasawuf, begitu pun dengan juga dengan muridnya, yaitu Syekh Abul Abbas al-Mursi, karena beiau hanya mengajarkan melalui ajaran lisan tasawuf, doa, serta hizib. Syekh Ibnu Atha’illah merupakan orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran Syekh Abu Hasan Syadzili, dan pesan-pesan, serta doa dan biografi keduanya, sehingga khasanah akan Tareqat Syadziliyah tetaplah terpelihara sampai kini. Syekh Ibnu Atha'illah juga adalah orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan yang ada dalam tareqat tersebut, pokok-pokok ajarannya, dan prinsip-prinsipnya, untuk angkatan-angkatan setelahnya beliau. 

Melalui karya-karya ynag pernah di nukilkan oleh Syekh Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah pun mulai tersebar luas sampai ke daerah Maghrib, yaitu sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tarekat Syadziliyah meruapakan sebuah tarekat yang tidak mengenal ataupun menganjurkan murid-muridnya untuk melaksanakan aturan atau ritual yang khas. Akan tetapi bagi murid-muridnya tetaplah harus mempertahankan ajarannya. Bagi para murid yang melaksanakan Tareqat Syadziliyah ini di zawiyah-zawiyah yang telah tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. 

Sebagai ajaran yang ada dalam Tarekat Syadziliyah ini dipengaruhi oleh Imam Al-Ghazali dan juga Abu Talib al-Makki atau yang biasa di kenal dengan sebutan al-Makki. Salah satu perkataan yang pernah di sampaikan oleh Abu Hasan as-Syadzili kepada murid-muridnya adalah: "Seandainya kalian mengajukan suatu ataupun sebuah  permohonanan kepada Allah SWT, maka hendaklah kalian sampaikan lewat Abu Hamid Al-Ghazali". Dan dalam perkataan yang lainnya beliau juga pernah menyampaikan : "Kitab Ihya' Ulumuddin, yang dikarang oleh Al-Ghazali, mewarisi anda akan ilmu. Sementara Qut al-Qulub, sebuah karya dari Abu Talib al-Makki, mewarisi anda akan cahaya." Itulah salah satu perkataan yang pernah Syekh Abu Hasan Syadzili sampaikan kepada para muridnya.

Silsilah-silsilah Sanad dalam Tariqah Asy-Syadziliyah 

Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili RA dari
Syekh Abdus Salam b Mashish RA dari
Syekh Muhammad bin Harazim RA dari
Syekh Muhammad Salih RA dari
Syekh Shuaib Abu Madyan RA dari
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani RA dari
Syekh Abu Said Al-Mubarak RA dari
Syekh Abul Hasan Al-Hukkari RA dari
Syekh At-Tartusi RA dari
Syekh Asy-Shibli RA dari
Syekh Sari As-Saqati RA dari
Syekh Ma'ruf Al-Kharkhi RA dari
Syekh Daud At-Tai RA dari
Syekh Habib Al-Ajami RA dari
Imam Hasan Al-Basri RA dari
Sayyidina Ali bin Abu Talib RA dari
Baginda Nabi Muhammad SAW

Perkembangan Tarekat Syadziliyah

Salah seorang tokoh ulama yang terkenal pada abad ke-8 H, yaitu Syekh Ibn Abbad ar-Rundi merupakan salah seorang pensyarah daripada kitab al-Hikam memberikan sebuah kesimpulan dari pada ajaran Tarekat Syadziliyah yaitu: Segala kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah SWT semata kepada kita dan memiliki pendirian bahwasanya kekuasaan serta kekuatan kita adalah nihil ataupun tidak ada, dan mengikatkan diri kita hanya kepada Allah SWT dengan suatu kebutuhan yang sangat mendalam padaNya, dan senantiasa memohon hanya kepadaNya agar memberi rasa syukur kepada kita."

Dalam sebuah Tarekat dzikir merupakan suatu hal yang mutlak dalamnya begitu juga dalam Tarekat Syadziliyah, secara umum dzikir yang dilakukan dalam Tarekat Syadziliyah ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Yaitu setiap para peserta duduk didalam lingkaran, ataupun kalau bukan bisa juga duduk dalam dua baris yang saling berhadapan, dimana Syekh berada di pusat lingkaran ataupun diujung barisan. 

Dalam Tarekat Syadziliyah khususnya dalam mengenai dzikir dengan al-asma al-husna, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing ataupun seorang Mursyid khusus mutlak sangat diperlukan untuk mengajari serta menuntun para muridnya. Apabila dalam penerapan Asma Allah yang keliru dianggap akan bisa memberi dampak yang berbahaya, secara rohani maupun secara mental, baik bagi seorang yang memakai dzikir ataupun terhadap orang-orang yang berada di sekelilingnya. 

Berikut merupakan contoh dalam penggunaan Asma Allah yang diberikan oleh Syekh Ibnu Atha'ilah sebagai berikut: 1. Asma al-Latif, Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi atau pengamal dalam Tarekat Syadziliyah ini didalam penyendiriannya apabila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya. 2.  Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai akan bisa membuat sang sufi atau pengamalnya akan dicintai oleh semua makhluk, dan jika dilafalkan secara terus menerus dalam kesendirian atau disebut juga Istiqomah, maka dengan itu pula keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar dalam jiwa dan raga. 3. Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya janganlah dipakai oleh orang-orang yang para pemula, akan tetapi hanya oleh orang yang telah arif yaitu seorang yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.

Kata-kata Hikmah Tarekat Syadziliyah

Perkataan yang pernah di sampaikan Syekh Abul Hasan asy-Syadzili yaitu: "Pengelihatan akan yang Haqq sudah mewujud atasku, dan takkan lagi meninggalkan aku, dan itu lebih kuat dari apa yang bisa dipikul, sehingga aku senantiasa memohon kepada Tuhan agar kirannya memasang sebuah tirai antara diriku dan Dia. Dan kemudian sebuah suara memanggilku", dan katanya "Jika engkau hendak memohon kepadaNya yang tahu bagaimana cara memohon kepadaNya, maka Dia tidak akan pernah memasang tirai antara engkau dan Dia. Namun memohonlah engkau kepadaNya untuk membuat dirimu agar kuat memilikiNya."Maka akupun senantiasa memohon kekuatan dariNya agar membuatku kuat, dan dengan segala puji itu hanyalah milik Allah SWT semata.

Aku pernah dipesan oleh guruku yaitu Syekh Abdus Salam ibn Masyisy RA dengan nasehat: "Janganlah kiranya engaku melangkahkan kakimu kecuali hanya untuk sesuatu yang dapat mendatangkan keridhoan Allah SWT, dan janganlah engkau duduk dimajelis kecuali majelis itu aman dari murka Allah. Jangan pulalah engkau bersahabat kecuali dengan orang yang bisa membantu dirimu untuk berbuat taat kepada Allah. Dan janganlah kiranya engkau memilih sahabat karib kecuali orang tersebut bisa menambahkan keyakinanmu terhadap Allah."

Seorang wali itu tidaklah akan sampai kepada Allah selama dirinya masih ada syahwat ataupun merasa usaha ikhtiar karena dirinya sendiri. Dan janganlah tujuan dari pada  doamu itu adalah hanya untuk tercapainya keinginan hajat dari kebutuhanmu. Dan dengan demikian engkau hanya akan terhijab dari Allah. Yang harus senantiasa menjadi tujuan dari pada doamu adalah agar kiranya engkau bisa mendapatkan taat kepada Allah SWT.

Seorang yang telah arif adalah orang yang sudah megetahui akan rahasia-rahasia dari karunia Allah di dalam berbagai macam bala maupun nikmat yang menimpanya sehari-hari, dan senantiasa mengakui kesalahan-kesalahannya di dalam belas kasih Allah SWT dan selalu bersyukur atas syukur yang mendalam dari hatinya.

Sedikit amalnya dari dirimu dengan senantiasa mengakui dan mensyukuri karunia dari Allah SWT, itu lebih baik dari pada banyaknya amal akan tetapi terus merasa kurang beramal. Seandinya Allah SWT membukakan nur (cahaya) seorang mukmin yang telah berbuat dosa, niscaya dosa tersebut akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah jika kiranya untuk menjelaskan seandainya Allah SWT membuka hakikat kewalian dari seorang wali, niscaya dia akan disembah, sebab dia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.

Di tulis ulang oleh : Muhammad Habibi

Post a Comment

2 Comments

"Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan".